EKONOMI ISLAM
MADZHAB HAMFARA
PENDAHULUAN
Jika anda ditanya, apakah ilmu ekonomi yang ada pada saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan ekonomi umat manusia di atas muka bumi
ini? Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, inilah saatnya bagi anda untuk membaca tulisan ini...
Apakah ilmu yang sekarang
ini paling berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia di atas permukaan bumi
ini? Jika kita ditanya dengan pertanyaan tersebut, apa
jawabannya? Jawabnya tidak lain
dan tidak bukan adalah ilmu ekonomi.
Mengapa? Boleh dikatakan, ilmu ekonomi dapat dianggap sebagai ilmu yang paling
bertanggung jawab terhadap nasib jutaan umat manusia di bumi ini. Bahkan,
seakan-akan kita dapat mengatakan bahwa “hidup-matinya” manusia di bumi ini ada “di tangan” ilmu
ini.
Apakah manusia
yang berada di berbagai belahan bumi ini akan memperoleh aliran bahan makanan
atau tidak, ilmu ekonomi-lah yang akan berperan. Berjuta buruh pabrik
yang telah mencucurkan keringatnya untuk bekerja dari hari demi
hari, apakah mereka akan mendapatkan gaji yang layak atau tidak, ilmu
ekonomi-lah yang bisa menjawabnya. Apakah pabrik-pabrik yang berada di seluruh
pelosok bumi ini akan bisa berproduksi atau tidak, ilmu ekonomi juga yang akan
bertanggung jawab. Hebat bukan?
Bahkan, jika ada
sebuah negara yang sebelumnya sangat kaya raya, ekonominya sangat kuat dan maju,
tiba-tiba menjadi bangkrut dalam waktu yang sangat singkat, ilmu apa yang
paling berperan? Jawabnya masih sama, yaitu ilmu ekonomi. Kita tentu
masih ingat bagaimana nasib Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara di era
tahun 1997-an. Ketika itu negara-negara ini sedang dipuji-puji oleh dunia
sebagai calon-calon macan Asia -karena prestasi pertumbuhan ekonominya
yang sangat gemilang-, tiba-tiba harus hancur dalam hitungan bulan. Demikian
juga, menjelang akhir tahun 2008-an, kedigdayaan ekonomi Amerika Serikat,
Jepang dan Eropa, tiba-tiba hancur berantakan, juga dalam hitungan waktu yang
sangat singkat. Apakah kita sepakat, jika ini semua adalah akibat “ulah”
dari ilmu ekonomi?
Ilmu ekonomi
dalam perjalanan 200 tahun terakhir ini memang mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Sehingga banyak pakar keilmuan yang memberi gelar khusus pada
ilmu ini dengan sebutan “The Prince
of Social science”. Rajanya ilmu sosial. Itulah julukan yang telah dilekatkan
pada ilmu ekonomi ini.
Perkembangan
ilmu ekonomi akhirnya memang menjadi sangat luas dan kompleks. Sehingga jati
dirinya semakin sulit untuk diidentifikasi lagi. Sebab, perkembangan ilmu ini
sudah semakin jauh dari akarnya, yaitu rumpun ilmu sosial. Perkembangan
mutakhir ilmu ekonomi akhirnya semakin mendekati ilmu eksakta atau ilmu
pasti, sebagaimana ilmu matematika, fisika, kimia dan biologi.
Berbagai
problema ekonomi, yang sesungguhnya adalah problem sosial kemanusiaan, akhirnya harus diselesaikan dengan pendekatan
yang sangat matematis dan eksak. Semuanya harus diselesaikan dengan
hitungan-hitungan matematis, yang sangat kaku, kering dan kosong dari dimensi sosial
kemanusiaan.
Padahal
sesungguhnya fenomena ekonomi bukan hanya persoalan hitungan uang, produksi
barang atau kenaikan pendapatan. Fenomena ekonomi adalah fenomena yang sangat
kompleks dan dinamis. Fenomena ekonomi akan melibatkan banyak dimensi, mulai
dari persoalan uang, produksi barang, pekerjaan, hubungan sosial, hubungan
kemanusiaan, kasih sayang, kepedulian, dan seterusnya, hingga pada dimensi
peribadatan.
Keprihatinan
terhadap perkembangan ilmu ekonomi inilah yang mendorong penulis untuk
menuliskan buku ini. Apakah kita akan terus membiarkan berbagai persoalan
ekonomi yang telah mendera umat manusia di atas muka bumi ini, cukup hanya
diselesaikan dengan hitungan-hitungan matematika? Dengan solusi seperti
ini, kenyataan menunjukkan bahwa masalahnya tidak semakin rampung, namun
malah sebaliknya, yaitu makin semrawut dan krisis ekonomi yang
terjadi semakin besar dan dahsyat.
Berangkat dari
semua kenyataan di atas, ada satu pertanyaan besar yang sangat membutuhkan
jawaban dengan segera, yaitu: “Apakah ilmu ekonomi yang ada pada
saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan umat manusia di atas muka bumi
ini?” Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, akan muncul pertanyaan berikutnya: “Apakah ada ilmu ekonomi yang dapat
dijadikan sebagai pengganti dari
ilmu ekonomi yang ada sekarang ini?”. Jawabnya: Insya
Allah ada!
Apakah ilmu ekonomi
tersebut? Semoga tidak dianggap berlebihan apabila penulis mengatakan bahwa
ilmu ekonomi tersebut adalah: “Ekonomi Islam Madzab Hamfara”. Ilmu Ekonomi
apakah itu?
EKONOMI ISLAM MADZHAB “HAMFARA”
Kata “Hamfara” adalah singkatan dari kalimat:
“Hadza min Fadhli Rabbi”.
Kalimat ini adalah petikan dari ucapan Nabi Sulaiman AS yang telah diabadikan
oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, tepatnya ada di dalam Surat An-Naml, ayat yang
ke-40. Kalimat tersebut jika diterjemahkan secara bebas akan memiliki arti:
“Ini adalah karunia dari Tuhanku”. Sedangkan kalimat yang lengkap
dapat kita baca dalam ayat di bawah ini:
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ
بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ
قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ
فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Berkatalah
seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana
itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat
singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk
mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan
barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml- 40).
Kita semua
tentu sudah mengenal siapa sosok Nabi Sulaiman AS itu. Beliau adalah seorang
Nabi yang mendapat limpahan karunia dari Allah SWT, dengan karunia yang tidak
terhingga banyaknya. Beliau memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Beliau telah menjadi
“Raja”
dari segenap umat manusia. Tidak hanya atas umat manusia, tetapi juga atas
segenap makhluq yang lain, yaitu dari kalangan hewan maupun
bangsa jin. Luar biasa memang.
Namun, dengan
berbagai limpahan karunia yang telah diberikan Allah SWT tersebut, ternyata
tidak menjadikan Nabi Sulaiman sombong dan takabur, tetapi justru malah membuat beliau menjadi manusia
yang sangat tawadlu’ di
hadapan Tuhannya. Oleh karena itu, ucapan yang paling monumental ketika
beliau memperoleh puncak dari semua karunia itu, tiada lain adalah: “Hadza min Fadhli Rabbi”.
Kalimat inilah
yang ingin juga penulis abadikan dalam buku ini. Penulis mempunyai keyakinan,
bahwa Allah SWT akan senantiasa menurunkan karunia-Nya untuk umat manusia dan
seluruh makhluq-Nya. Sedangkan karunia yang paling agung bagi umat manusia di
akhir jaman ini tidak lain adalah diturunkannya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dua
kitab ini telah diturunkan secara lengkap dan sempurna, tidak lain adalah untuk
kepentingan kehidupan manusia, beserta alam semesta di dunia ini. Jika kedua
pedoman hidup ini benar-benar diamalkan oleh manusia, Insya Allah kehidupan umat manusia akan bahagia, makmur dan
sejahtera.
Diantara
pedoman hidup yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pedoman untuk
mengatur tata kehidupan ekonomi di dunia ini. Jika manusia mau mengambilnya,
kemudian mau mengamalkannya, Insya Allah
kehidupan ekonomi manusia akan menjadi bahagia, makmur dan sejahtera.
Tidak ada lagi cerita tentang kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan atas
umat manusia di atas muka bumi ini. Apalagi cerita tentang munculnya berbagai
malapetaka ekonomi yang terus-menerus mendera umat manusia, sebagaimana krisis
ekonomi yang terjadi selama ini. Insya
Allah tidak akan terjadi lagi. Mengapa?
Kita tentu akan
bertanya-tanya, mengapa begitu mudahnya kita mengambil kesimpulan tersebut?
Seakan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan ekonomi umat manusia di
sentero jagad bumi ini, ibarat semudah membalikkan telapak tangan? Apakah
itu mungkin? Apakah itu tidak termasuk dalam kategori yang terlalu
menyederhanakan masalah? Tidak perlu khawatir. Insya Allah semuanya memang mudah. Sekali lagi, mengapa?
Jawabnya tidak
lain adalah, karena konsep yang hendak kita terapkan adalah konsep ekonomi yang
berasal dari Allah SWT. Bukan dari yang lain. Bukan konsep buatan manusia, juga
bukan konsep yang murni buatan penulis itu sendiri. Apakah masih ada yang meragukan
kesempurnaan
konsep yang berasal dari Allah SWT? Apakah masih ada yang meragukan ke-Maha
Tahuan dari Allah SWT? Termasuk dalam menata ekonomi umat manusia?
Tugas kita
sebagai manusia hanyalah memahaminya, membuat sistematikanya,
kemudian mengamalkannya. Begitu saja. Sangat mudah bukan? Nah, disinilah
uniknya buku ini. Jika proses pemahaman sudah kita lakukan, proses
sistematisasi juga sudah kita tuliskan, selanjutnya kita aplikasikan, kemudian apa yang akan kita peroleh? Jika kemudian kita
mendapatkan kebahagiaan dan
kemakmuran ekonomi di dunia ini, apakah ada yang salah? Jika memang demikian
keadaannya,
maka kalimat apa yang paling layak untuk kita ucapkan? Kalimat itu
tidak lain adalah: “Hadza min Fadhli
Rabbi”.
Sekali lagi, tercapainya
kehidupan ekonomi yang penuh dengan kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan, tidak
akan kita pandang lagi sebagai hasil dari kekepandaian, kecerdasan dan kehebatan kita dalam menata ekonomi. Tidak! Sama
sekali tidak! Jangan sampai kita menjadi takabur
dan sombong. Kita harus tetap tunduk dan tawadlu’ untuk mengatakan bahwa semua itu benar-benar merupakan
karunia dari Tuhan kita, Allah SWT. “Hadza
min Fadhli Rabbi”!
Inilah Ilmu
Ekonomi Islam yang hendak kita bangun. Ilmu ekonomi yang diharapkan benar-benar
merupakan perumusan dari Allah SWT, yang telah dikaruniakan-Nya melalui
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seperti apa ilmu ekonomi ini?
APA YANG MEMBEDAKAN?
Setelah kita
berkenalan sedikit dengan kata “Hamfara”, maka tibalah saatnya untuk mengajukan
pertanyaan besarnya. Apa yang membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi
“konvensional”? Bahkan, jika pertanyaan ini diperluas lagi, maka
pertanyaannya akan bertambah menjadi: apa yang membedakan buku ini dengan
buku-buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain?
Sesungguhnya apa
yang telah diuraikan di atas, walaupun sangat singkat dan sederhana, namun sudah
dapat dikatakan sebagai landasan pemikiran atau filosofi utama dari buku ini. Dengan kata lain, penulis berupaya
untuk menulis buku ini dengan landasan berfikir yang merujuk
pada petunjuk Allah SWT. Sangat sederhana dan tidak ingin berbelit-belit. Filosofi
utama inilah yang akan membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi
“konvensional”.
Dengan kalimat yang
lebih sederhana lagi, kita dapat mengatakan bahwa ilmu ekonomi konvensional
adalah ilmu yang berasal dari produk pemikiran manusia secara murni, sedangkan
Ilmu Ekonomi Islam Madzhab Hamfara adalah ilmu ekonomi yang bersumber dari Allah
SWT, yang telah diturunkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Selanjutnya,
apa yang membedakan buku ini dengan berbagai buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain?
Menurut pengamatan penulis, berbagai buku ekonomi Islam yang sekarang sudah banyak
ditulis, “hanyalah” sekedar proses islamisasi dari ilmu ekonomi
konvensional. Oleh karena itu, langkah islamisasi ini terkadang memunculkan
sebuah sindiran yang mengatakan bahwa yang disebut dengan Ilmu Ekonomi Islam
adalah “Ilmu Ekonomi Konvensional
dikurangi dengan bunga (riba) dan ditambah
zakat”. Sedangkan teori-teori yang
lain adalah “sama dan sebangun”.
Jika ilmu
ekonomi konvensional sudah dianggap “gagal” dalam menyelesaikan berbagai
problem ekonomi, bahkan dianggap memiliki andil yang paling besar dalam
hancurnya perekonomian di dunia ini, mengapa harus dilakukan Islamisasi? Inilah filosofi kedua yang membedakan dengan
Ilmu Ekonomi Islam yang lain.
Selanjutnya,
bagaimana kita dapat memahami perbedaan yang lebih spesifik dan lebih
mendalam dari buku ini dengan berbagai buku ilmu ekonomi konvensional, termasuk
dengan berbagai buku ekonomi Islam yang lain? Insya Allah akan dibahas secara
lebih mendalam di dalam bab-bab selanjutnya.
(BERSAMBUNG)