Friday, May 4, 2012

 EKONOMI ISLAM 
MADZHAB HAMFARA

 PENDAHULUAN
Jika anda ditanya, apakah ilmu ekonomi yang ada pada saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan ekonomi umat manusia di atas muka bumi ini? Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, inilah saatnya bagi anda untuk membaca tulisan ini...

Apakah ilmu yang sekarang ini paling berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia di atas permukaan bumi ini? Jika kita ditanya dengan pertanyaan tersebut, apa jawabannya? Jawabnya tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu ekonomi. Mengapa? Boleh dikatakan, ilmu ekonomi dapat dianggap sebagai ilmu yang paling bertanggung jawab terhadap nasib jutaan umat manusia di bumi ini. Bahkan, seakan-akan kita dapat mengatakan bahwa hidup-matinya manusia di bumi ini ada “di tangan” ilmu ini.
Apakah manusia yang berada di berbagai belahan bumi ini akan memperoleh aliran bahan makanan atau tidak, ilmu ekonomi-lah yang akan berperan. Berjuta buruh pabrik yang telah mencucurkan keringatnya untuk bekerja dari hari demi hari, apakah mereka akan mendapatkan gaji yang layak atau tidak, ilmu ekonomi-lah yang bisa menjawabnya. Apakah pabrik-pabrik yang berada di seluruh pelosok bumi ini akan bisa berproduksi atau tidak, ilmu ekonomi juga yang akan bertanggung jawab. Hebat bukan?
Bahkan, jika ada sebuah negara yang sebelumnya sangat kaya raya, ekonominya sangat kuat dan maju, tiba-tiba menjadi bangkrut dalam waktu yang sangat singkat, ilmu apa yang paling berperan? Jawabnya masih sama, yaitu ilmu ekonomi. Kita tentu masih ingat bagaimana nasib Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara di era tahun 1997-an. Ketika itu negara-negara ini sedang dipuji-puji oleh dunia sebagai  calon-calon macan Asia -karena prestasi pertumbuhan ekonominya yang sangat gemilang-, tiba-tiba harus hancur dalam hitungan bulan. Demikian juga, menjelang akhir tahun 2008-an, kedigdayaan ekonomi Amerika Serikat, Jepang dan Eropa, tiba-tiba hancur berantakan, juga dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Apakah kita sepakat, jika ini semua adalah akibat “ulah” dari ilmu ekonomi?
Ilmu ekonomi dalam perjalanan 200 tahun terakhir ini memang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sehingga banyak pakar keilmuan yang memberi gelar khusus pada ilmu ini dengan sebutan The Prince of Social science. Rajanya ilmu sosial. Itulah julukan yang telah dilekatkan pada ilmu ekonomi ini.
Perkembangan ilmu ekonomi akhirnya memang menjadi sangat luas dan kompleks. Sehingga jati dirinya semakin sulit untuk diidentifikasi lagi. Sebab, perkembangan ilmu ini sudah semakin jauh dari akarnya, yaitu rumpun ilmu sosial. Perkembangan mutakhir ilmu ekonomi akhirnya semakin mendekati ilmu eksakta atau ilmu pasti, sebagaimana ilmu matematika, fisika, kimia dan biologi.
Berbagai problema ekonomi, yang sesungguhnya adalah problem sosial kemanusiaan,  akhirnya harus diselesaikan dengan pendekatan yang sangat matematis dan eksak. Semuanya harus diselesaikan dengan hitungan-hitungan matematis, yang sangat kaku, kering dan kosong dari dimensi sosial  kemanusiaan.
Padahal sesungguhnya fenomena ekonomi bukan hanya persoalan hitungan uang, produksi barang atau kenaikan pendapatan. Fenomena ekonomi adalah fenomena yang sangat kompleks dan dinamis. Fenomena ekonomi akan melibatkan banyak dimensi, mulai dari persoalan uang, produksi barang, pekerjaan, hubungan sosial, hubungan kemanusiaan, kasih sayang, kepedulian, dan seterusnya, hingga pada dimensi peribadatan.
Keprihatinan terhadap perkembangan ilmu ekonomi inilah yang mendorong penulis untuk menuliskan buku ini. Apakah kita akan terus membiarkan berbagai persoalan ekonomi yang telah mendera umat manusia di atas muka bumi ini, cukup hanya diselesaikan dengan hitungan-hitungan matematika? Dengan solusi seperti ini, kenyataan menunjukkan bahwa masalahnya tidak semakin rampung, namun malah sebaliknya, yaitu makin semrawut dan krisis ekonomi yang terjadi semakin besar dan dahsyat.
Berangkat dari semua kenyataan di atas, ada satu pertanyaan besar yang sangat membutuhkan jawaban dengan segera, yaitu: “Apakah ilmu ekonomi yang ada pada saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan umat manusia di atas muka bumi ini?” Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, akan muncul pertanyaan berikutnya: “Apakah ada ilmu ekonomi yang dapat dijadikan sebagai pengganti dari ilmu ekonomi yang ada sekarang ini?”. Jawabnya: Insya Allah ada!
Apakah ilmu ekonomi tersebut? Semoga tidak dianggap berlebihan apabila penulis mengatakan bahwa ilmu ekonomi tersebut adalah: “Ekonomi Islam Madzab Hamfara”. Ilmu Ekonomi apakah itu?

 EKONOMI ISLAM MADZHAB “HAMFARA”

Kata “Hamfara” adalah singkatan dari kalimat: Hadza min Fadhli Rabbi”. Kalimat ini adalah petikan dari ucapan Nabi Sulaiman AS yang telah diabadikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, tepatnya ada di dalam Surat An-Naml, ayat yang ke-40. Kalimat tersebut jika diterjemahkan secara bebas akan memiliki arti: “Ini adalah karunia dari Tuhanku”. Sedangkan kalimat yang lengkap dapat kita baca dalam ayat di bawah ini:

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾

“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml- 40).

Kita semua tentu sudah mengenal siapa sosok Nabi Sulaiman AS itu. Beliau adalah seorang Nabi yang mendapat limpahan karunia dari Allah SWT, dengan karunia yang tidak terhingga banyaknya. Beliau memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Beliau telah menjadi Raja dari segenap umat manusia. Tidak hanya atas umat manusia, tetapi juga atas segenap makhluq yang lain, yaitu dari kalangan hewan maupun bangsa jin. Luar biasa memang.
Namun, dengan berbagai limpahan karunia yang telah diberikan Allah SWT tersebut, ternyata tidak menjadikan Nabi Sulaiman sombong dan takabur, tetapi justru malah membuat beliau menjadi manusia yang sangat tawadlu’ di hadapan Tuhannya. Oleh karena itu, ucapan yang paling monumental ketika beliau memperoleh puncak dari semua karunia itu, tiada lain adalah: Hadza min Fadhli Rabbi.
Kalimat inilah yang ingin juga penulis abadikan dalam buku ini. Penulis mempunyai keyakinan, bahwa Allah SWT akan senantiasa menurunkan karunia-Nya untuk umat manusia dan seluruh makhluq-Nya. Sedangkan karunia yang paling agung bagi umat manusia di akhir jaman ini tidak lain adalah diturunkannya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dua kitab ini telah diturunkan secara lengkap dan sempurna, tidak lain adalah untuk kepentingan kehidupan manusia, beserta alam semesta di dunia ini. Jika kedua pedoman hidup ini benar-benar diamalkan oleh manusia, Insya Allah kehidupan umat manusia akan bahagia, makmur dan sejahtera.
Diantara pedoman hidup yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pedoman untuk mengatur tata kehidupan ekonomi di dunia ini. Jika manusia mau mengambilnya, kemudian mau mengamalkannya, Insya Allah kehidupan ekonomi manusia akan menjadi bahagia, makmur dan sejahtera. Tidak ada lagi cerita tentang kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan atas umat manusia di atas muka bumi ini. Apalagi cerita tentang munculnya berbagai malapetaka ekonomi yang terus-menerus mendera umat manusia, sebagaimana krisis ekonomi yang terjadi selama ini. Insya Allah tidak akan terjadi lagi. Mengapa?
Kita tentu akan bertanya-tanya, mengapa begitu mudahnya kita mengambil kesimpulan tersebut? Seakan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan ekonomi umat manusia di sentero jagad bumi ini, ibarat semudah membalikkan telapak tangan? Apakah itu mungkin? Apakah itu tidak termasuk dalam kategori yang terlalu menyederhanakan masalah? Tidak perlu khawatir. Insya Allah semuanya memang mudah. Sekali lagi, mengapa?
Jawabnya tidak lain adalah, karena konsep yang hendak kita terapkan adalah konsep ekonomi yang berasal dari Allah SWT. Bukan dari yang lain. Bukan konsep buatan manusia, juga bukan konsep yang murni buatan penulis itu sendiri. Apakah masih ada yang meragukan kesempurnaan konsep yang berasal dari Allah SWT? Apakah masih ada yang meragukan ke-Maha Tahuan dari Allah SWT? Termasuk dalam menata ekonomi umat manusia?
Tugas kita sebagai manusia hanyalah memahaminya, membuat sistematikanya, kemudian mengamalkannya. Begitu saja. Sangat mudah bukan? Nah, disinilah uniknya buku ini. Jika proses pemahaman sudah kita lakukan, proses sistematisasi juga sudah kita tuliskan, selanjutnya kita aplikasikan, kemudian apa yang akan kita peroleh? Jika kemudian kita mendapatkan kebahagiaan dan kemakmuran ekonomi di dunia ini, apakah ada yang salah? Jika memang demikian keadaannya, maka kalimat apa yang paling layak untuk kita ucapkan? Kalimat itu tidak lain adalah: Hadza min Fadhli Rabbi”.
Sekali lagi, tercapainya kehidupan ekonomi yang penuh dengan kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan, tidak akan kita pandang lagi sebagai hasil dari kekepandaian, kecerdasan dan kehebatan kita dalam menata ekonomi. Tidak! Sama sekali tidak! Jangan sampai kita menjadi takabur dan sombong. Kita harus tetap tunduk dan tawadlu’ untuk mengatakan bahwa semua itu benar-benar merupakan karunia dari Tuhan kita, Allah SWT. Hadza min Fadhli Rabbi”!
Inilah Ilmu Ekonomi Islam yang hendak kita bangun. Ilmu ekonomi yang diharapkan benar-benar merupakan perumusan dari Allah SWT, yang telah dikaruniakan-Nya melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seperti apa ilmu ekonomi ini?

 APA YANG MEMBEDAKAN?
Setelah kita berkenalan sedikit dengan kata “Hamfara”, maka tibalah saatnya untuk mengajukan pertanyaan besarnya. Apa yang membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi “konvensional”? Bahkan, jika pertanyaan ini diperluas lagi, maka pertanyaannya akan bertambah menjadi: apa yang membedakan buku ini dengan buku-buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain?
Sesungguhnya apa yang telah diuraikan di atas, walaupun sangat singkat dan sederhana, namun sudah dapat dikatakan sebagai landasan pemikiran atau filosofi utama dari buku ini. Dengan kata lain, penulis berupaya untuk menulis buku ini dengan landasan berfikir yang merujuk pada petunjuk Allah SWT. Sangat sederhana dan tidak ingin berbelit-belit. Filosofi utama inilah yang akan membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi “konvensional”.
Dengan kalimat yang lebih sederhana lagi, kita dapat mengatakan bahwa ilmu ekonomi konvensional adalah ilmu yang berasal dari produk pemikiran manusia secara murni, sedangkan Ilmu Ekonomi Islam Madzhab Hamfara adalah ilmu ekonomi yang bersumber dari Allah SWT, yang telah diturunkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Selanjutnya, apa yang membedakan buku ini dengan berbagai buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain? Menurut pengamatan penulis, berbagai buku ekonomi Islam yang sekarang sudah banyak ditulis, “hanyalah” sekedar proses islamisasi dari ilmu ekonomi konvensional. Oleh karena itu, langkah islamisasi ini terkadang memunculkan sebuah sindiran yang mengatakan bahwa yang disebut dengan Ilmu Ekonomi Islam adalah “Ilmu Ekonomi Konvensional dikurangi dengan bunga (riba) dan ditambah zakat”. Sedangkan teori-teori yang lain adalah “sama dan sebangun”.
Jika ilmu ekonomi konvensional sudah dianggap “gagal” dalam menyelesaikan berbagai problem ekonomi, bahkan dianggap memiliki andil yang paling besar dalam hancurnya perekonomian di dunia ini, mengapa harus dilakukan Islamisasi? Inilah filosofi kedua yang membedakan dengan Ilmu Ekonomi Islam yang lain.
Selanjutnya, bagaimana kita dapat memahami perbedaan yang lebih spesifik dan lebih mendalam dari buku ini dengan berbagai buku ilmu ekonomi konvensional, termasuk dengan berbagai buku ekonomi Islam yang lain? Insya Allah akan dibahas secara lebih mendalam di dalam bab-bab selanjutnya. 
(BERSAMBUNG)

Thursday, April 23, 2009

Ekonomi Berbasis Syariah Mampu Tanggulangi Krisis

Senin, 13 April 2009
Kapanlagi.com
- Sistem ekonomi berbasis syariah diyakini mampu mengatasi krisis finansial yang melanda Amerika Serikat (AS) dan berimbas pada negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.

Hal tersebut dikatakan oleh pengamat ekonomi syariah, Dwi Condro Triono, usai talkshow 'Cara Syariah Atasi Krisis Finansial' di Hotel Grasia Semarang, Senin (13/4).

"Krisis finansial tidak perlu terjadi, jika sistem ekonomi yang dijalankan berbasis syariah," katanya.

Menurut dia, krisis finansial yang saat ini melanda disebabkan AS yang menggunakan sistem ekonomi kapitalis dengan pihak yang kuat akan terus menekan pihak yang lemah.

"Ketika pasar saham jatuh, maka seluruh sektor ekonomi di negara-negara lain ikut terkena dampaknya, termasuk Indonesia yang sangat bergantung pada AS," katanya.

Ia mengatakan, dalam sistem ekonomi berbasis syariah, tingkat kesejahteraan lebih diukur dari tingkat kesejahteraan sosial suatu negara dapat terwujud.

"Kalaupun terjadi kesenjangan, tidak ada satu orang penduduk yang sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya," katanya.

Berdasarkan sistem ekonomi syariah, harta merupakan titipan dari Allah SWT, sehingga di dalamnya kemudian diatur tentang zakat, infaq, dan shadaqah yang harus diberikan kepada mereka berhak mendapatkannya, kata Dwi.

Di sisi lain, Dwi mengkritik kebijakan pemerintah malah menjual sumber daya alam (SDA) yang menjadi kekayaan Indonesia kepada negara-negara lain, yang membuat keadaan menjadi semakin parah.

Padahal, dalam hadist Rasulullah SAW telah disebutkan tentang larangan menjual kekayaan alam yang dimiliki kepada bangsa lain.

"Sayangnya larangan tersebut dilanggar, misalnya tambang emas yang sangat berpotensi, saat ini justru dikelola oleh pihak asing," katanya menyesalkan.

Akibatnya, kata dia, untuk mendapatkannya kembali, rakyat Indonesia harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal.

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng), Djoko Wahyudi, yang juga menjadi pembicara menambahkan, dalam sistem ekonomi berbasis syariah terdapat empat sifat yang lebih diutamakan.

"Empat sifat tersebut adalah kesatuan atau kebersamaan, keseimbangan atau keadilan, kebebasan yang berarti tidak ada paksaan, serta tanggung jawab," katanya. (kpl/meg)

Ekonomi Berbasis Syariah Mampu Atasi Krisis Finansial


Semarang, 13/4 (ANTARA) - Sistem ekonomi berbasis syariah diyakini mampu mengatasi krisis finansial yang melanda Amerika Serikat (AS) dan berimbas pada negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.

Hal tersebut dikatakan oleh pengamat ekonomi syariah, Dwi Condro Triono, usai talkshow "Cara Syariah Atasi Krisis Finansial" di Hotel Grasia Semarang, Senin.

"Krisis finansial tidak perlu terjadi, jika sistem ekonomi yang dijalankan berbasis syariah," katanya.

Menurut dia, krisis finansial yang saat ini melanda disebabkan AS yang menggunakan sistem ekonomi kapitalis dengan pihak yang kuat akan terus menekan pihak yang lemah.

"Ketika pasar saham jatuh, maka seluruh sektor ekonomi di negara-negara lain ikut terkena dampaknya, termasuk Indonesia yang sangat bergantung pada AS," katanya.

Ia mengatakan, dalam sistem ekonomi berbasis syariah, tingkat kesejahteraan lebih diukur dari tingkat kesejahteraan sosial suatu negara dapat terwujud.

"Kalaupun terjadi kesenjangan, tidak ada satu orang penduduk yang sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya," katanya.

Berdasarkan sistem ekonomi syariah, harta merupakan titipan dari Allah SWT, sehingga di dalamnya kemudian diatur tentang zakat, infaq, dan shadaqah yang harus diberikan kepada mereka berhak mendapatkannya, kata Dwi.

Di sisi lain, Dwi mengkritik kebijakan pemerintah malah menjual sumber daya alam (SDA) yang menjadi kekayaan Indonesia kepada negara-negara lain, yang membuat keadaan menjadi semakin parah.

Padahal, dalam hadist Rasulullah SAW telah disebutkan tentang larangan menjual kekayaan alam yang dimiliki kepada bangsa lain.

"Sayangnya larangan tersebut dilanggar, misalnya tambang emas yang sangat berpotensi, saat ini justru dikelola oleh pihak asing," katanya menyesalkan.

Akibatnya, kata dia, untuk mendapatkannya kembali, rakyat Indonesia harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal.

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng), Djoko Wahyudi, yang juga menjadi pembicara menambahkan, dalam sistem ekonomi berbasis syariah terdapat empat sifat yang lebih diutamakan.

"Empat sifat tersebut adalah kesatuan atau kebersamaan, keseimbangan atau keadilan, kebebasan yang berarti tidak ada paksaan, serta tanggung jawab," katanya. ***2***
(U.PK-ZLS/B/A027/A027) 14-04-2009 00:18:53

Bank Syariah Pemacu Pertumbuhan Ekonomi

Suara Merdeka, 15 April 2009

SEMARANG-Di tengah krisis global, perbankan syariah diharapkan berperan menjadi ikon pemacu pertumbuhan ekonomi. Meskipun saat ini pangsa pasarnya masih kecil, namun perkembangan bank syariah di Indonesia maupun di dunia sangat bagus.

”Tahun 2008 pertumbuhan bank syariah di dunia mencapai 27% sedangkan di Indonesia lebih kurang 40%,” jelas Adjat Djatnika, Pemimpin BNI Syariah Semarang dalam talk show ”Cara Syariah Atasi Krisis” di Hotel Grasia Semarang, baru-baru ini. Pembicara lain pakar ekonomi syariah dari STAIN Surakarta Dwi Condro dan Ketua DPP Apindo Jateng Djoko Wahyudi.

Lebih lanjut Adjat menyatakan Amerika Serikat yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi dunia memasuki masa resesi yang terburuk sejak Great Depression 1929 diikuti oleh negara-negara di Eropa, China, Jepang dan Timur tengah. ”Indonesia termasuk dalam negara yang terkena dampak krisis finansial global yang minim karena sebagian penggerak pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor konsumsi.”

Sementara itu, Dwi Condro berpendapat krisis yang berawal dari AS saat ini telah berimbas sampai ke Indonesia. Menurutnya, krisis ini merupakan akibat dari rapuhnya sistem ekonomi kapitalisme. Pada sistem kapitalisme, harta adalah mutlak milik individu. Para pemilik modal hanya memikirkan bagaimana cara memperbesar hartanya.

Ia menambahkan dalam perkembangannya saat ini sistem ini telah berkembang ke arah transaksi bursa saham dan derivatifnya, yang mengarah kepada transaksi spekulatif. ”Meskipun demikian sistem ini telah berakar di berbagai negara meskipun sebenarnya sangat spekulatif dan rapuh,” jelasnya.(J14-59)

Ekonomi syariah meminimalisir kesenjangan

Tanggal : 15 Apr 2009
Sumber : Harian Terbit

JAKARTA - Apabila sistem ekonomi syariah diterapkan di suatu negara, maka kesenjangan sosial akan dapat dikurang. Dalam sistem ekonomi berbasis syariah, tingkat kesejahteraan lebih diukur dari tingkat kesejahteraan sosial suatu negara dapat terwujud.

Demikian dikemukakan pengamat ekonomi syariah, Dwi Condro Triono baru-baru ini di Semarang.

Ia mengatakan kalaupun terjadi kesenjangan, tidak ada satu orang penduduk yang sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya," katanya.

"Berdasarkan sistem ekonomi syariah, harta merupakan titipan dari Allah Swt, sehingga di dalamnya kemudian diatur tentang zakat, infak, dan sesekah yang harus diberikan kepada mereka berhak mendapatkannya," kata Dwi.

Di sisi lain, Dwi mengkritik kebijakan pemerintah malah menjual sumber daya alam (SDA) yang menjadi kekayaan Indonesia kepada negara-negara lain, yang membuat keadaan menjadi semakin parah.

Padahal, dalam hadis Rasulullah SAW telah disebutkan tentang larangan menjual kekayaan alam yang dimiliki kepada bangsa lain.

"Sayangnya larangan tersebut dilanggar, misalnya tambang emas yang sangat berpotensi, saat ini justru dikelola oleh pihak asing," katanya menyesalkan.

Akibatnya, kata dia, untuk mendapatkannya kembali, rakyat Indonesia harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal.

Lebih lanjut dikatakan sistem ekonomi berbasis syariah diyakini mampu mengatasi krisis finansial yang melanda Amerika Serikat (AS) dan berimbas pada negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.

"Krisis finansial tidak perlu terjadi, jika sistem ekonomi yang dijalankan berbasis syariah," katanya.

Menurut dia, krisis finansial yang saat ini melanda disebabkan AS yang menggunakan sistem ekonomi kapitalis dengan pihak yang kuat akan terus menekan pihak yang lemah.

"Ketika pasar saham jatuh, maka seluruh sektor ekonomi di negara-negara lain ikut terkena dampaknya, termasuk Indonesia yang sangat bergantung pada AS," katanya.

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng), Djoko Wahyudi, yang juga menjadi pembicara menambahkan, dalam sistem ekonomi berbasis syariah terdapat empat sifat yang lebih diutamakan.

"Empat sifat tersebut adalah kesatuan atau kebersamaan, keseimbangan atau keadilan, kebebasan yang berarti tidak ada paksaan, serta tanggung jawab," katanya. (asa/ant)

Saturday, March 7, 2009

HKTI: Parpol Tidak Boleh Politisasi Pertanian


22 Feb 2009 15:39:14

Jatinangor, Jabar, (tvOne)

Kalangan partai politik diimbau untuk mempolitisasi bidang pertanian dan terhadap kondisi kehidupan petani di Indonesia yang memang belum menggembirakan.

"Tidak boleh ada orang yang melakukan politisasi bidang pertanian, kalau memang punya konsep dan komitmen untuk pembangunan bidang pertanian yang lebih bagus, silakan tunjukan dan wujudkan," kata Bungaran Saragih, pembinaan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jatinangor, Jawa Barat, Minggu (22/2/2009).

Seperti dilansir Antaranews.com, menurut mantan menteri pertanian itu, bidang pertanian seperti juga HKTI harus bebas dari kepentingan politik dan tidak boleh dijadikan perpanjangan tangan kepentingan manapun.

"Anggota HKTI bebas memilih partai mana saja, tapi jangan sampai menggunakan HKTI sebagai alat politik," ucapnya saat menjadi pembicara dalam seminar "Solusi Cerdas Dampak Krisi Ekonomi Global Terhadap Sektor Pertanian" dilaksanakan BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) bandung di kampus Jatinangor.

Bungaran mengatakan, pada orde baru HKTI merupakan perpanjangan tangan pemerintah sehingga sangat mempengaruhi kinerja anggota HKTI dan perkembangan pertanian.

Sementara pengamat ekonomi Dwi Condro Triono,M.Ag mengatakan HKTI harus mempunyai kekuatan untuk menekan politik. Petani dan pertanian harus benar-benar berdaulat dan mandiri.

"Jika perlu harus dibuat sebuah kontrak, yang penting petani harus mempunyai kekuatan untuk menekan politik," katanya.

HKTI: Parpol jangan politisasi pertanian

BERITA NASIONAL
(Solo Pos)
22-Februari-2009 16:27

Jatinangor--Kalangan partai politik diimbau untuk tidak terlalu mempolitisasi bidang pertanian dan terhadap kondisi kehidupan petani di Indonesia yang memang belum menggembirakan.

"Tidak boleh ada orang yang melakukan politisasi bidang pertanian, kalau memang punya konsep dan komitmen untuk pembangunan bidang pertanian yang lebih bagus, silakan tunjukan dan wujudkan," kata Prof Dr Bungaran Saragih, pembinaan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jatinangor, Jawa Barat, Minggu.

Menurut mantan menteri pertanian itu, bidang pertanian seperti juga HKTI harus bebas dari kepentingan politik dan tidak boleh dijadikan perpanjangan tangan kepentingan manapun.

"Anggota HKTI bebas memilih partai mana saja, tapi jangan sampai menggunakan HKTI sebagai alat politik," ucapnya saat menjadi pembicara dalam seminar "Solusi Cerdas Dampak Krisi Ekonomi Global Terhadap Sektor Pertanian" dilaksanakan BEM Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) bandung di kampus Jatinangor, Sabtu(21/2).

Diakui pada orde baru HKTI merupakan perpanjangan tangan pemerintah sehingga sangat mempengaruhi kinerja anggota HKTI dan perkembangan pertanian.

Namun ditegaskab, pertanian tidak boleh dipandang sebagai politik, tetapi harus dipandang sebagai lahan bisnis. Sehingga jangan sampai pertanian jatuh ke tangan politisi.

Sementara pengamat ekonomi Ir Dwi Condro Triono M Ag mengatakan HKTI harus mempunyai kekuatan untuk menekan politik. Petani dan pertanian harus benar-benar berdaulat dan mandiri.

"Jika perlu harus dibuat sebuah kontrak, yang penting petani harus mempunyai kekuatan untuk menekan politik," katanya.